Selamat Datang di Blog Forum Masyarakat Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Nunukan Menolak, Malinau Terancam
Sekitar 75.000 bibit kelapa sawit tanpa sertifikat resmi masih mangkrak di Sebatik Barat, Nunukan. Pemiliknya disebut gagal tender, tapi sekarang mau dikirim ke Malinau.

Kisruh bibit sawit asli tapi palsu (aspal) itu semakin ramai di Kaltim. Tak hanya di kabupaten Paser yang disinyalir masih beredar bibit sawit tanpa label resmi itu, tapi di Nunukan pun ditemukan bibit sawit yang diduga bodong. Puluhan ribu batang bibit sawit itu sudah setahun ini menumpuk dan diendapkan di halaman rumah salah seorang warga di Sebatik Barat. Belum diketahui persis pemiliknya. Tapi, hasil investigasi BONGKAR! di lapangan menyebut, pemilik barang adalah pengurus teras sebuah partai politik (Parpol) yang berpengaruh di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu. Siapa dia? Isunya menyebut, pemilik ‘barang haram’ itu adalah perusahaan kontraktor CV Flora Jaya (FJ) dengan La Marfa sebagai direktur. Perusahaan ini membeli bibit dari salah satu perusahaan persemaian (nursery) di Tawau – Malaysia Timur. Bibit-bibit yang berbentuk anakan sawit itu masuk ke Sebatik diduga melalui jalur tak resmi (illegal). Diselundupkan oleh pemiliknya melalui ‘jalan tikus’ yang diduga bekerjasama dengan oknum aparat keamanan yang bertugas menjaga wilayah perbatasan. Upaya ini dilakoni CV FJ lantaran belakangan ini berlangsung tender pengadaan bibit sawit di Pemkab Nunukan. FJ banyak disebut memang berhasrat mengikuti tender pengadaan bibit sawit di Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Nunukan. Namun, aparat Dishutbun setempat menolak melayani La Marfa, lantaran ketidakjelasan sertifikasi bibit-bibit miliknya. Benarkah itu? “CV Flora Jaya memang pernah mengikuti tender proyek pengadaan bibit sawit di Nunukan ini. Tapi, kami terpaksa menolak mereka lantaran tidak bisa menunjukkan sertifikat legal bibit-bibit itu,” ungkap Kabag Perkebunan Dishutbun Nunukan, H Jendro kepada BONGKAR! di kamar kerjanya. Jendro coba menerawang kembali kejadian yang pernah terjadi Desember 2005 silam. Ketika itu, Dishutbun Nunukan mengungkap 6.600 bibit sawit bodong siap tanam di Simenggaris. Simenggaris sendiri adalah salah satu kawasan perbatasan dengan Malaysia Timur yang diplot oleh Pemkab Nunukan sebagai areal perkebunan. Kemasan bibit-bibit palsu itu lumayan bagus, nyaris tidak bisa dibedakan dengan bibit asli berkualitas jitu. Bahkan, bibit tersebut memiliki sertifikat pembibitan PPKS Medan, lembaga resmi pembibitan sawit di Indonesia. “Kami berupaya maksimal agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Karena itu, kami sangat selektif dalam memilih perusahaan-perusahaan kontraktor yang mengajukan tender pengadaan bibit,” tandasnya. Ironisnya, CV FJ belakangan ini malah memenangkan tender proyek pengadaan bibit sawit di Malinau. Itu berarti, ada kemungkinan 75 ribu bibit sawit yang masih menumpuk di desa Tembaring itu akan dikirim dan didistribusikan untuk ditanam warga Malinau. Adakah tindakan Pemkab Nunukan yang katanya curiga terhadap keabsahan bibit sawit CV FJ itu? Haruskah Pemkab Malinau yang kena getahnya? Dishutbun Nunukan sendiri sepertinya tidak berani mengambil tindakan. Hanya menjadi penonton atau sekadar curiga. Apa ini karena adanya oknum pejabat berpengaruh yang membekingi La-Marfa? “Wallahu’alam. Sebelum ada bukti, kami tidak berani menyatakan demikian,” jawab Jendro agak diplomatis. Walau begitu, Jendro mengaku sudah melakukan koordinasi dengan Dishutbun Malinau. Hanya saja, ia belum mendapat jawaban apakah Dishutbun Malinau mau menerima ancaman penggunaan bibit sawit yang diduga palsu itu atau tidak. ‘’Saya masih menunggu jawaban koordinasi dari Dishutbun Malinau,’’ timpal Jendro. Di bagian lain, informasi lain yang didapat menyebut, puluhan ribu bibit sawit aspal tersebut juga tengah dibidik oleh aparat Polres Nunukan. Sejumlah warga Tembaring mengaku pernah ditanyai oleh beberapa orang berpakaian preman mengaku aparat Polres Nunukan, terkait bibit-bibit bernilai miliaran rupiah tersebut. Warga juga menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan uyuh (lemah) dalam menindaklanjuti bibit-bibit sawit yang patut diduga palsu itu. “Pemerintah tidak adil. Perusahaan lain dilarang memakai bibit sawit tidak bersertifikat, tapi di sisi lain melindungi perusahaan pemilik puluhan ribu bibit sawit yang tak jelas dokumennya,” celetuk Robert, seorang warga Nunukan. Kolusi apalagi mereka itu? *** sakir

0 komentar:

Mari Bersama Membangun Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur